Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan.
CSR
menurut World Business Council For Sustainable Development (WBCSD).
merupakan suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha
untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi
kepada pengembangan ekonomi pada komonitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf
hidup karyawan beserta seluruh keluarganya.
Menurut
ISO 26000
Karakteristik dari Social Responbility
adalah kemauan sebuah organisasi untuk mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan
keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan sarta aktivitas yang
mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.
Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan sebagai suatu kepedulian
organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam
melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.
Secara konseptual, TSP adalah pendekatan dimana
perusahaan mengintegarasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan
interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ) berdasarkan
prinsip kesukarelaan dan kemitraan. ( Nuryana, 2005 ). Meskipun
sesungguhnya memiliki pendekatan yang relative berbeda, beberapa nama lain yang
memiliki kemiripan atau bahkan identik dengan TSP antara lain, Investasi Sosial
Perusahaan( corporate social
Investment/investing), pemberian perusahaan ( Corporate Giving), kedermawanan Perusahaan ( Corporate Philantropy ).
Secara teoretis,
berbicara mengenai tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, maka
setidaknya akan menyinggung 2 makna, yakni tanggung jawab dalam makna responsibility
atau tanggung jawab moral atau etis, dan tanggung jawab dalam makna liability
atau tanggung jawab yuridis atau hukum.
Dalam
ISO 26000 Social Responsibility mencakup 7 aspek utama, yaitu:
1.
tata
kelola organisasi
2.
hak
asasi manusia
3.
ketenagakerjaan
4.
lingkungan
5.
praktek
bisnis yang adil
6.
isu
konsumen serta keterlibatan
7.
pengembangan
masyarakat.
Definiisi
Konsep Corporate Social Resposnsibility (CSR)
Beberapa ahli mendefinisikan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (CSR) antara lain :
1.
Mc
William dan Segel (2001) CSR : serangkaian tindakan perusahaan yang muncul
untuk meningkatkan produk sosialnya, memperluas jangkauannya melebihi
kepentingan ekonomi eksplisit perusahaan, dengan pertimbangan tindakan semacam
ini tidak diisyaratkan oleh peraturan hukum.
2.
Magnan dan Ferrel (2004) CSR
perilaku bisnis, di mana pengambilan keputusannya mempertimbangkan tanggung
jawab social dan memberikan perhatian secara lebih seimbang terhadap
kepentingan stakeholders yang beragam.
3.
The
World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR
sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi
berkelanjutan, bekerja bersama dengan para pekerja, keluarga mereka, dan
komunitas lokal.
CSR yang baik
CSR
yang baik (good CSR) memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni
fairness, transparency, accountability, dan responsibility, secara
harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara keempat prinsip tersebut
(Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven
karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
Sebagai
contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham
minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat
dan tepat waktu; sedangkan accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan
kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara
itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih
mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan.
Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan,
pemasok, komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku
regulator. Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai
tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan
pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu
(Supomo, 2004).
Namun
demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan secara sempit.
Artinya, tidak sekadar mengedepankan kredo beneficience (do good principle),
melainkan pula nonmaleficience (do no-harm principle) (Nugroho, 2006).
Perusahaan
yang hanya mengedepankan benificience cenderung merasa telah melakukan CSR
dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau sunatan massal
gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan tersebut telah
membuat masyarakat semakin bodoh dan berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan
iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.
Sebagai
contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan
lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara
itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever
atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.
Kewajiban
Perusahaan Melaksanakan CSR
Secara global beberapa tahun terakhir
ini memperlihatkan di beberapa Negara, perusahaan telah melaksanakan CSR
sebagai sebuah program yang wajib diimplementasikan. Tak terkecuali di
Indonesia juga sudah banyak perusahaan yang menjalankan CSR baik yang dikuasai
oleh Pemerintah dalam hal ini BUMN dan BUMD, maupun perusahaan swasta nasional. Perkembangan global saat ini menuntut
CSR menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari. Suka atau tidak suka, ia harus
dikerjakan sebagai bentuk tanggung jawab kepada pemangku kepentingan
(stakeholder) (Business Week edisi Indonesia 18 Juni 2008: 39). Senada
dengan Ibu Erna Witoelar (Duta Besar PBB untuk Mellenium Development Goals
(MDGs) untuk kawasan Asia Pasifik, yang mengaitkan CSR dengan upaya pencapaian
MDGs. Walaupun pada dasarnya hal tersebut adalah tugas pemerintah sebagai
penanggung jawab utama, namun pemerintah yang cerdas adalah yang mampu
memfasilitasi informasi CSR masing-masing perusahaan untuk mempercepat proses
pencapaian MDGs dan membuat seluruh aspeknya terjangkau (Bisnis & CSR
November 2007).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar