Sabtu, 24 November 2012

Corporate Social Responsibility (CSR)


Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumenkaryawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.

CSR menurut World Business Council For Sustainable Development (WBCSD).
merupakan  suatu komitmen berkelanjutan dari dunia usaha untuk bertindak etis dan memberikan  kontribusi kepada pengembangan ekonomi pada komonitas setempat ataupun masyarakat  luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup karyawan beserta seluruh keluarganya.

Menurut ISO 26000
Karakteristik dari Social Responbility adalah kemauan sebuah organisasi untuk mempertimbangkan aspek  sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan sarta aktivitas yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.

Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.
Secara konseptual, TSP adalah pendekatan dimana perusahaan mengintegarasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. ( Nuryana, 2005 ). Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan yang relative berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan identik dengan TSP antara lain, Investasi Sosial Perusahaan( corporate social Investment/investing), pemberian perusahaan ( Corporate Giving), kedermawanan Perusahaan ( Corporate Philantropy ). 

Secara teoretis, berbicara mengenai tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, maka setidaknya akan menyinggung 2 makna, yakni tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis, dan tanggung jawab dalam makna liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum.

Dalam ISO 26000 Social Responsibility mencakup 7 aspek utama, yaitu:
1.    tata kelola organisasi
2.    hak asasi manusia
3.    ketenagakerjaan
4.    lingkungan
5.    praktek bisnis yang adil
6.    isu konsumen serta keterlibatan
7.    pengembangan masyarakat.

Definiisi Konsep Corporate Social Resposnsibility (CSR) 
Beberapa ahli mendefinisikan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) antara lain :
1.    Mc William dan Segel (2001) CSR : serangkaian tindakan perusahaan yang muncul untuk meningkatkan produk sosialnya, memperluas jangkauannya melebihi kepentingan ekonomi eksplisit perusahaan, dengan pertimbangan tindakan semacam ini tidak diisyaratkan oleh peraturan hukum.
2.     Magnan dan Ferrel (2004) CSR  perilaku bisnis, di mana pengambilan keputusannya mempertimbangkan tanggung jawab social dan memberikan perhatian secara lebih seimbang terhadap kepentingan stakeholders yang beragam.
3.    The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja bersama dengan para pekerja, keluarga mereka, dan komunitas lokal.

CSR yang baik
CSR yang baik (good CSR) memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability, dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkan accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku regulator. Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu (Supomo, 2004).
Namun demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan secara sempit. Artinya, tidak sekadar mengedepankan kredo beneficience (do good principle), melainkan pula nonmaleficience (do no-harm principle) (Nugroho, 2006).
Perusahaan yang hanya mengedepankan benificience cenderung merasa telah melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh dan berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.
Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.
Kewajiban Perusahaan Melaksanakan CSR
Secara global beberapa tahun terakhir ini memperlihatkan di beberapa Negara, perusahaan telah melaksanakan CSR sebagai sebuah program yang wajib diimplementasikan. Tak terkecuali di Indonesia juga sudah banyak perusahaan yang menjalankan CSR baik yang dikuasai oleh Pemerintah dalam hal ini BUMN dan BUMD, maupun perusahaan swasta nasional. Perkembangan global saat ini menuntut CSR menjadi pilihan yang tidak bisa dihindari. Suka atau tidak suka, ia harus dikerjakan sebagai bentuk tanggung jawab kepada pemangku kepentingan (stakeholder) (Business Week edisi Indonesia 18 Juni 2008: 39). Senada dengan Ibu Erna Witoelar (Duta Besar PBB untuk Mellenium Development Goals (MDGs) untuk kawasan Asia Pasifik, yang mengaitkan CSR dengan upaya pencapaian MDGs. Walaupun pada dasarnya hal tersebut adalah tugas pemerintah sebagai penanggung jawab utama, namun pemerintah yang cerdas adalah yang mampu memfasilitasi informasi CSR masing-masing perusahaan untuk mempercepat proses pencapaian MDGs dan membuat seluruh aspeknya terjangkau (Bisnis & CSR November 2007).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar